Ganyong termasuk tanaman terna tahunan, mengering pada musim kemarau dan
tumbuh kembali pada awal musim huj
Ganyong terdiri atas kelompok yang dibudidayakan untuk menghasilkan umbi atau sebagai tanaman hias. Maas membedakan ganyong menjadi 4 varietas (mungkin lebih baik membedakan menjadi kelompok kultivar):
Ganyong termasuk tanaman terna tahunan, mengering pada musim kemarau dan
tumbuh kembali pada awal musim hujan. Hal ini dimungkinkan karena
ganyong mempunyai rimpang yang disebut "umbi", padahal sebenarnya
merupakan batang. Batang di permukaan tanah sebenarnya merupakan batang
semu yang terdiri atas kumpulan pelepah daun. Batang ganyong dapat
tumbuh sampai mencapai tinggi 0,9-1,8 m, tetapi bila dikur mengikuti
batang dapat mencapai 3 m. Karena berimpang maka ganyong tumbuh
merumpun. Daun berbentuk elip, menyerupai daun pisang ukuran kecil,
dengan ukuran panjang 15-60 inci dan lebar 7-20 inci. Daun berwarna
hijau muda datau hijau bersemu ungu, bergantung pada kultivar. Bunga
berwarna jingga dengan pangkal kekuningan, terdiri atas 3 helai kelopak
yang masing-masing berukuran panjang 5 inci. Bunga ganyong sangat mirip
dengan bunga tasbih, tetapi berukuran lebih kecil. buanh ganyong berupa
buah kotak beruang tiga yang masing-masing berisi 5 butir biji berukuran
kecil berwarna hitam. Rimpang ganyong berukuran diameter 5-8.75 cm dan
panjang 10-15 cm, bahkan bisa mencapai 60 cm. Rimpang ditutupi oleh
sisik berwarna kecokelatan.
Ganyong terdiri atas kelompok yang dibudidayakan untuk menghasilkan umbi atau sebagai tanaman hias. Maas membedakan ganyong menjadi 4 varietas (mungkin lebih baik membedakan menjadi kelompok kultivar):
- Canna indica var. indica L.: berukuran sedang, berdaun hijau, pola pertumbuhan menyebar, batang bersegi tiga dan berwarna hijau, mahkota bunga merah, rimpang tebal sampai berdiameter 3 cm dan berwarna ungu, membentuk banyak anakan.
- Canna indica var. flava (Roscoe ex Baker) Nb. Tanaka: mahkota bunga berwarna kuning.
- Canna indica var. maculata (Hook) Nb. Tanaka: berukuran sedang, daun berwarna hijau, tumbuh bercabang, mahkota bunga kuning dengan bercak merah, rimpang tebal sampai berdiameter 3 cm dan berwarna putih atau pink, anakan tidak terlalu banyak.'
- Canna indica var. sanctae rosea (Kraenzl) Nb. Tanaka: berukuran kecil, daun berwarna hijau dengan tepi pucat, bercabang, mahkota bunga berwarna pink, rimpang tebal sampai berdiameter 3 cm dan berwarna putih atau pink, cepat membentuk anakan dan banyak.
- Canna indica var. warszewiczii (A.Dietr.) Nb.Tanaka:
seperti C. indica var. indica tetapi dengan tepi daun berwarna
ungu-kemerahan, buah berwarna ungu-kemetahan, pangkal batang membesar.
Ganyong dibudidayakan untuk dikonsumsi rimpangnya yang dikenal sebagai
"umbi" setelah dimasak dengan cara dikukus atau direbus. Rimpang juga
dapat diolah menjadi tepung.
Tanaman ganyong ditanam ketika memasuki musim hujan dan dipanen setelah 7 – 10 bulan. Tanpa pemupukan, produksi umbi ganyong dapat mencapai 2,5 -2,84 kg/ tanaman. Satu hektar lahan bisa menghasilkan umbi kurang lebih 30 ton.
Tanaman ganyong ditanam ketika memasuki musim hujan dan dipanen setelah 7 – 10 bulan. Tanpa pemupukan, produksi umbi ganyong dapat mencapai 2,5 -2,84 kg/ tanaman. Satu hektar lahan bisa menghasilkan umbi kurang lebih 30 ton.
Jawawut merupakan jenis tanaman yang telah dibudidayakan sejak 5000 SM
di Cina dan 3000 SM di Eropa. Tanaman ini diperkirakan berevolusi dari
bentuk liar menggulma secara independen di berbagai tempat, mulai dari
di Jepang sampai dengan di Eropa. Namun demikian, sangat mungkin tanaman
ini pertama kali dibudidayakan di dataran tinggi di bagian tengah Cina
dan kemudian menyusul dibudidayakan di tempat-tempat lainnya. Dewasa ini
tanaman ini telah menyebar ke seluruh dunia, tetapi merupakan tanaman
penting terutama di Cina, India, dan Eropa bagian tenggara.
Rumput semusim, merumpun rapat, tinggi 60-120(-175) cm. Perakaran rapat, dengan akar tunjang seperti kawat yang muncul dari buku paling bawah. Batang tegak, ramping, kadang-kadang bercabang, membentuk malai dari pucuk bagian bawah. Upih daun silindris, terbuka di bagian atas, panjang 10-15(-26) cm, gundul atau berambut jarang, lidah daun pendek, tepinya berambut panjang; helai daun lurus dengan ujung menajam, 16-32(-60) cm x 1,5-2,5(-4) cm, tulang daun tengah tampak jelas, terasa agak kasar bila disentuh. Perbungaan berupa malai menyerupai bulir, 8-18(-30) cm x 1-2(-5) cm, tangkai malai 25-30(-50) cm, tegak atau melengkung; sumbu berusuk dan bersilia, cabang samping tereduksi, terdiri atas 6-12 anak bulir hampir tidak bertangkai, masing-masing ditopang oleh 1-3 rambut kasar dengan panjang 3-14 mm. Anak bulir membulat telur memanjang, panjang kira-kira setengah dari panjang rambut kasar penopangnya, glume bagian bawah berurat 3, 1/3-1/2 panjang anak bulir, glume bagian atas berurat 5–7(–9), sama panjang dengan anak bulir. Bunga bagian bawah steril, bunga bagian atas hermaprodit, dengan lema bagian bawah berurat 5-7 dan panjang sama dengan panjang anak bulir, palea bagian bawah tidak ada atau sempit dengan panjang sampai ½ panjang lema, 2 ludikula, 3 benang sari, 2 putik dengan kepala putik menyerupai bulu. Buah (caryopsis) membundar telur melebar, panjang sampai 2 mm, terbungkus kuat oleh lema dan palea, kuning pucat sampai oranye, merah coklat, sampai hitam.
Jawawut merupakan bahan pangan penting di Asia, Eropa bagian tenggara, dan Afrika bagian utara, dimasak seperti halnya memasak beras menjadi nasi atau diolah terlebih dahulu menjadi tepung. Di India, jawawut terutama dimasak untuk bahan upacara agama. Di Cina dipandang sebagai makanan bergizi yang cocok untuk dikonsumsi oleh ibu-ibu hamil, orang-orang tua, dan anak-anak umur di bawah lima tahun. Di Rusia dan Myanmar, biji yang sudah dikecambahkan digunakan untuk membuat bir dan minuman beralkohol lainnya. Di negara-negara maju digunakan sebagai bahan pakan ternak unggas dan burung peliharaan. Di Indonesia jawawut digunakan sebagai bahan makanan hanya di daerah-daerah marjinal, sedangkan di kota-kota digunakan sebagai pakan burung peliharaan. Di NTT, jawawut masih dibudidayakan di Pulau Rote, Pulau Timpr, dan Pulau Sumba.
an. Hal ini dimungkinkan karena
ganyong mempunyai rimpang yang disebut "umbi", padahal sebenarnya
merupakan batang. Batang di permukaan tanah sebenarnya merupakan batang
semu yang terdiri atas kumpulan pelepah daun. Batang ganyong dapat
tumbuh sampai mencapai tinggi 0,9-1,8 m, tetapi bila dikur mengikuti
batang dapat mencapai 3 m. Karena berimpang maka ganyong tumbuh
merumpun. Daun berbentuk elip, menyerupai daun pisang ukuran kecil,
dengan ukuran panjang 15-60 inci dan lebar 7-20 inci. Daun berwarna
hijau muda datau hijau bersemu ungu, bergantung pada kultivar. Bunga
berwarna jingga dengan pangkal kekuningan, terdiri atas 3 helai kelopak
yang masing-masing berukuran panjang 5 inci. Bunga ganyong sangat mirip
dengan bunga tasbih, tetapi berukuran lebih kecil. buanh ganyong berupa
buah kotak beruang tiga yang masing-masing berisi 5 butir biji berukuran
kecil berwarna hitam. Rimpang ganyong berukuran diameter 5-8.75 cm dan
panjang 10-15 cm, bahkan bisa mencapai 60 cm. Rimpang ditutupi oleh
sisik berwarna kecokelatan. Rumput semusim, merumpun rapat, tinggi 60-120(-175) cm. Perakaran rapat, dengan akar tunjang seperti kawat yang muncul dari buku paling bawah. Batang tegak, ramping, kadang-kadang bercabang, membentuk malai dari pucuk bagian bawah. Upih daun silindris, terbuka di bagian atas, panjang 10-15(-26) cm, gundul atau berambut jarang, lidah daun pendek, tepinya berambut panjang; helai daun lurus dengan ujung menajam, 16-32(-60) cm x 1,5-2,5(-4) cm, tulang daun tengah tampak jelas, terasa agak kasar bila disentuh. Perbungaan berupa malai menyerupai bulir, 8-18(-30) cm x 1-2(-5) cm, tangkai malai 25-30(-50) cm, tegak atau melengkung; sumbu berusuk dan bersilia, cabang samping tereduksi, terdiri atas 6-12 anak bulir hampir tidak bertangkai, masing-masing ditopang oleh 1-3 rambut kasar dengan panjang 3-14 mm. Anak bulir membulat telur memanjang, panjang kira-kira setengah dari panjang rambut kasar penopangnya, glume bagian bawah berurat 3, 1/3-1/2 panjang anak bulir, glume bagian atas berurat 5–7(–9), sama panjang dengan anak bulir. Bunga bagian bawah steril, bunga bagian atas hermaprodit, dengan lema bagian bawah berurat 5-7 dan panjang sama dengan panjang anak bulir, palea bagian bawah tidak ada atau sempit dengan panjang sampai ½ panjang lema, 2 ludikula, 3 benang sari, 2 putik dengan kepala putik menyerupai bulu. Buah (caryopsis) membundar telur melebar, panjang sampai 2 mm, terbungkus kuat oleh lema dan palea, kuning pucat sampai oranye, merah coklat, sampai hitam.
Jawawut merupakan bahan pangan penting di Asia, Eropa bagian tenggara, dan Afrika bagian utara, dimasak seperti halnya memasak beras menjadi nasi atau diolah terlebih dahulu menjadi tepung. Di India, jawawut terutama dimasak untuk bahan upacara agama. Di Cina dipandang sebagai makanan bergizi yang cocok untuk dikonsumsi oleh ibu-ibu hamil, orang-orang tua, dan anak-anak umur di bawah lima tahun. Di Rusia dan Myanmar, biji yang sudah dikecambahkan digunakan untuk membuat bir dan minuman beralkohol lainnya. Di negara-negara maju digunakan sebagai bahan pakan ternak unggas dan burung peliharaan. Di Indonesia jawawut digunakan sebagai bahan makanan hanya di daerah-daerah marjinal, sedangkan di kota-kota digunakan sebagai pakan burung peliharaan. Di NTT, jawawut masih dibudidayakan di Pulau Rote, Pulau Timpr, dan Pulau Sumba.
Ganyong terdiri atas kelompok yang dibudidayakan untuk menghasilkan umbi atau sebagai tanaman hias. Maas membedakan ganyong menjadi 4 varietas (mungkin lebih baik membedakan menjadi kelompok kultivar):
- Canna indica var. indica L.: berukuran sedang, berdaun hijau, pola pertumbuhan menyebar, batang bersegi tiga dan berwarna hijau, mahkota bunga merah, rimpang tebal sampai berdiameter 3 cm dan berwarna ungu, membentuk banyak anakan.
- Canna indica var. flava (Roscoe ex Baker) Nb. Tanaka: mahkota bunga berwarna kuning.
- Canna indica var. maculata (Hook) Nb. Tanaka: berukuran sedang, daun berwarna hijau, tumbuh bercabang, mahkota bunga kuning dengan bercak merah, rimpang tebal sampai berdiameter 3 cm dan berwarna putih atau pink, anakan tidak terlalu banyak.'
- Canna indica var. sanctae rosea (Kraenzl) Nb. Tanaka: berukuran kecil, daun berwarna hijau dengan tepi pucat, bercabang, mahkota bunga berwarna pink, rimpang tebal sampai berdiameter 3 cm dan berwarna putih atau pink, cepat membentuk anakan dan banyak.
- Canna indica var. warszewiczii (A.Dietr.) Nb.Tanaka:
seperti C. indica var. indica tetapi dengan tepi daun berwarna
ungu-kemerahan, buah berwarna ungu-kemetahan, pangkal batang membesar.
Ganyong dibudidayakan untuk dikonsumsi rimpangnya yang dikenal sebagai
"umbi" setelah dimasak dengan cara dikukus atau direbus. Rimpang juga
dapat diolah menjadi tepung.
Tanaman ganyong ditanam ketika memasuki musim hujan dan dipanen setelah 7 – 10 bulan. Tanpa pemupukan, produksi umbi ganyong dapat mencapai 2,5 -2,84 kg/ tanaman. Satu hektar lahan bisa menghasilkan umbi kurang lebih 30 ton.
Tanaman ganyong ditanam ketika memasuki musim hujan dan dipanen setelah 7 – 10 bulan. Tanpa pemupukan, produksi umbi ganyong dapat mencapai 2,5 -2,84 kg/ tanaman. Satu hektar lahan bisa menghasilkan umbi kurang lebih 30 ton.
Jawawut merupakan jenis tanaman yang telah dibudidayakan sejak 5000 SM
di Cina dan 3000 SM di Eropa. Tanaman ini diperkirakan berevolusi dari
bentuk liar menggulma secara independen di berbagai tempat, mulai dari
di Jepang sampai dengan di Eropa. Namun demikian, sangat mungkin tanaman
ini pertama kali dibudidayakan di dataran tinggi di bagian tengah Cina
dan kemudian menyusul dibudidayakan di tempat-tempat lainnya. Dewasa ini
tanaman ini telah menyebar ke seluruh dunia, tetapi merupakan tanaman
penting terutama di Cina, India, dan Eropa bagian tenggara.
Rumput semusim, merumpun rapat, tinggi 60-120(-175) cm. Perakaran rapat, dengan akar tunjang seperti kawat yang muncul dari buku paling bawah. Batang tegak, ramping, kadang-kadang bercabang, membentuk malai dari pucuk bagian bawah. Upih daun silindris, terbuka di bagian atas, panjang 10-15(-26) cm, gundul atau berambut jarang, lidah daun pendek, tepinya berambut panjang; helai daun lurus dengan ujung menajam, 16-32(-60) cm x 1,5-2,5(-4) cm, tulang daun tengah tampak jelas, terasa agak kasar bila disentuh. Perbungaan berupa malai menyerupai bulir, 8-18(-30) cm x 1-2(-5) cm, tangkai mal
Ganyong terdiri atas kelompok yang dibudidayakan untuk menghasilkan umbi atau sebagai tanaman hias. Maas membedakan ganyong menjadi 4 varietas (mungkin lebih baik membedakan menjadi kelompok kultivar):
Jawawut merupakan bahan pangan penting di Asia, Eropa bagian tenggara, dan Afrika bagian utara, dimasak seperti halnya memasak beras menjadi nasi atau diolah terlebih dahulu menjadi tepung. Di India, jawawut terutama dimasak untuk bahan upacara agama. Di Cina dipandang sebagai makanan bergizi yang cocok untuk dikonsumsi oleh ibu-ibu hamil, orang-orang tua, dan anak-anak umur di bawah lima tahun. Di Rusia dan Myanmar, biji yang sudah dikecambahkan digunakan untuk membuat bir dan minuman beralkohol lainnya. Di negara-negara maju digunakan sebagai bahan pakan ternak unggas dan burung peliharaan. Di Indonesia jawawut digunakan sebagai bahan makanan hanya di daerah-daerah marjinal, sedangkan di kota-kota digunakan sebagai pakan burung peliharaan. Di NTT, jawawut masih dibudidayakan di Pulau Rote, Pulau Timpr, dan Pulau Sumba.
Rumput semusim, merumpun rapat, tinggi 60-120(-175) cm. Perakaran rapat, dengan akar tunjang seperti kawat yang muncul dari buku paling bawah. Batang tegak, ramping, kadang-kadang bercabang, membentuk malai dari pucuk bagian bawah. Upih daun silindris, terbuka di bagian atas, panjang 10-15(-26) cm, gundul atau berambut jarang, lidah daun pendek, tepinya berambut panjang; helai daun lurus dengan ujung menajam, 16-32(-60) cm x 1,5-2,5(-4) cm, tulang daun tengah tampak jelas, terasa agak kasar bila disentuh. Perbungaan berupa malai menyerupai bulir, 8-18(-30) cm x 1-2(-5) cm, tangkai mal
Ganyong termasuk tanaman terna tahunan, mengering pada musim kemarau dan
tumbuh kembali pada awal musim hujan. Hal ini dimungkinkan karena
ganyong mempunyai rimpang yang disebut "umbi", padahal sebenarnya
merupakan batang. Batang di permukaan tanah sebenarnya merupakan batang
semu yang terdiri atas kumpulan pelepah daun. Batang ganyong dapat
tumbuh sampai mencapai tinggi 0,9-1,8 m, tetapi bila dikur mengikuti
batang dapat mencapai 3 m. Karena berimpang maka ganyong tumbuh
merumpun. Daun berbentuk elip, menyerupai daun pisang ukuran kecil,
dengan ukuran panjang 15-60 inci dan lebar 7-20 inci. Daun berwarna
hijau muda datau hijau bersemu ungu, bergantung pada kultivar. Bunga
berwarna jingga dengan pangkal kekuningan, terdiri atas 3 helai kelopak
yang masing-masing berukuran panjang 5 inci. Bunga ganyong sangat mirip
dengan bunga tasbih, tetapi berukuran lebih kecil. buanh ganyong berupa
buah kotak beruang tiga yang masing-masing berisi 5 butir biji berukuran
kecil berwarna hitam. Rimpang ganyong berukuran diameter 5-8.75 cm dan
panjang 10-15 cm, bahkan bisa mencapai 60 cm. Rimpang ditutupi oleh
sisik berwarna kecokelatan.
Ganyong terdiri atas kelompok yang dibudidayakan untuk menghasilkan umbi atau sebagai tanaman hias. Maas membedakan ganyong menjadi 4 varietas (mungkin lebih baik membedakan menjadi kelompok kultivar):
- Canna indica var. indica L.: berukuran sedang, berdaun hijau, pola pertumbuhan menyebar, batang bersegi tiga dan berwarna hijau, mahkota bunga merah, rimpang tebal sampai berdiameter 3 cm dan berwarna ungu, membentuk banyak anakan.
- Canna indica var. flava (Roscoe ex Baker) Nb. Tanaka: mahkota bunga berwarna kuning.
- Canna indica var. maculata (Hook) Nb. Tanaka: berukuran sedang, daun berwarna hijau, tumbuh bercabang, mahkota bunga kuning dengan bercak merah, rimpang tebal sampai berdiameter 3 cm dan berwarna putih atau pink, anakan tidak terlalu banyak.'
- Canna indica var. sanctae rosea (Kraenzl) Nb. Tanaka: berukuran kecil, daun berwarna hijau dengan tepi pucat, bercabang, mahkota bunga berwarna pink, rimpang tebal sampai berdiameter 3 cm dan berwarna putih atau pink, cepat membentuk anakan dan banyak.
- Canna indica var. warszewiczii (A.Dietr.) Nb.Tanaka:
seperti C. indica var. indica tetapi dengan tepi daun berwarna
ungu-kemerahan, buah berwarna ungu-kemetahan, pangkal batang membesar.
Ganyong dibudidayakan untuk dikonsumsi rimpangnya yang dikenal sebagai
"umbi" setelah dimasak dengan cara dikukus atau direbus. Rimpang juga
dapat diolah menjadi tepung.
Tanaman ganyong ditanam ketika memasuki musim hujan dan dipanen setelah 7 – 10 bulan. Tanpa pemupukan, produksi umbi ganyong dapat mencapai 2,5 -2,84 kg/ tanaman. Satu hektar lahan bisa menghasilkan umbi kurang lebih 30 ton.
Tanaman ganyong ditanam ketika memasuki musim hujan dan dipanen setelah 7 – 10 bulan. Tanpa pemupukan, produksi umbi ganyong dapat mencapai 2,5 -2,84 kg/ tanaman. Satu hektar lahan bisa menghasilkan umbi kurang lebih 30 ton.
Jawawut merupakan jenis tanaman yang telah dibudidayakan sejak 5000 SM
di Cina dan 3000 SM di Eropa. Tanaman ini diperkirakan berevolusi dari
bentuk liar menggulma secara independen di berbagai tempat, mulai dari
di Jepang sampai dengan di Eropa. Namun demikian, sangat mungkin tanaman
ini pertama kali dibudidayakan di dataran tinggi di bagian tengah Cina
dan kemudian menyusul dibudidayakan di tempat-tempat lainnya. Dewasa ini
tanaman ini telah menyebar ke seluruh dunia, tetapi merupakan tanaman
penting terutama di Cina, India, dan Eropa bagian tenggara.
Rumput semusim, merumpun rapat, tinggi 60-120(-175) cm. Perakaran rapat, dengan akar tunjang seperti kawat yang muncul dari buku paling bawah. Batang tegak, ramping, kadang-kadang bercabang, membentuk malai dari pucuk bagian bawah. Upih daun silindris, terbuka di bagian atas, panjang 10-15(-26) cm, gundul atau berambut jarang, lidah daun pendek, tepinya berambut panjang; helai daun lurus dengan ujung menajam, 16-32(-60) cm x 1,5-2,5(-4) cm, tulang daun tengah tampak jelas, terasa agak kasar bila disentuh. Perbungaan berupa malai menyerupai bulir, 8-18(-30) cm x 1-2(-5) cm, tangkai malai 25-30(-50) cm, tegak atau melengkung; sumbu berusuk dan bersilia, cabang samping tereduksi, terdiri atas 6-12 anak bulir hampir tidak bertangkai, masing-masing ditopang oleh 1-3 rambut kasar dengan panjang 3-14 mm. Anak bulir membulat telur memanjang, panjang kira-kira setengah dari panjang rambut kasar penopangnya, glume bagian bawah berurat 3, 1/3-1/2 panjang anak bulir, glume bagian atas berurat 5–7(–9), sama panjang dengan anak bulir. Bunga bagian bawah steril, bunga bagian atas hermaprodit, dengan lema bagian bawah berurat 5-7 dan panjang sama dengan panjang anak bulir, palea bagian bawah tidak ada atau sempit dengan panjang sampai ½ panjang lema, 2 ludikula, 3 benang sari, 2 putik dengan kepala putik menyerupai bulu. Buah (caryopsis) membundar telur melebar, panjang sampai 2 mm, terbungkus kuat oleh lema dan palea, kuning pucat sampai oranye, merah coklat, sampai hitam.
Jawawut merupakan bahan pangan penting di Asia, Eropa bagian tenggara, dan Afrika bagian utara, dimasak seperti halnya memasak beras menjadi nasi atau diolah terlebih dahulu menjadi tepung. Di India, jawawut terutama dimasak untuk bahan upacara agama. Di Cina dipandang sebagai makanan bergizi yang cocok untuk dikonsumsi oleh ibu-ibu hamil, orang-orang tua, dan anak-anak umur di bawah lima tahun. Di Rusia dan Myanmar, biji yang sudah dikecambahkan digunakan untuk membuat bir dan minuman beralkohol lainnya. Di negara-negara maju digunakan sebagai bahan pakan ternak unggas dan burung peliharaan. Di Indonesia jawawut digunakan sebagai bahan makanan hanya di daerah-daerah marjinal, sedangkan di kota-kota digunakan sebagai pakan burung peliharaan. Di NTT, jawawut masih dibudidayakan di Pulau Rote, Pulau Timpr, dan Pulau Sumba.
ai 25-30(-50) cm, tegak atau melengkung; sumbu
berusuk dan bersilia, cabang samping tereduksi, terdiri atas 6-12 anak
bulir hampir tidak bertangkai, masing-masing ditopang oleh 1-3 rambut
kasar dengan panjang 3-14 mm. Anak bulir membulat telur memanjang,
panjang kira-kira setengah dari panjang rambut kasar penopangnya, glume
bagian bawah berurat 3, 1/3-1/2 panjang anak bulir, glume bagian atas
berurat 5–7(–9), sama panjang dengan anak bulir. Bunga bagian bawah
steril, bunga bagian atas hermaprodit, dengan lema bagian bawah berurat
5-7 dan panjang sama dengan panjang anak bulir, palea bagian bawah tidak
ada atau sempit dengan panjang sampai ½ panjang lema, 2 ludikula, 3
benang sari, 2 putik dengan kepala putik menyerupai bulu. Buah
(caryopsis) membundar telur melebar, panjang sampai 2 mm, terbungkus
kuat oleh lema dan palea, kuning pucat sampai oranye, merah coklat,
sampai hitam.Rumput semusim, merumpun rapat, tinggi 60-120(-175) cm. Perakaran rapat, dengan akar tunjang seperti kawat yang muncul dari buku paling bawah. Batang tegak, ramping, kadang-kadang bercabang, membentuk malai dari pucuk bagian bawah. Upih daun silindris, terbuka di bagian atas, panjang 10-15(-26) cm, gundul atau berambut jarang, lidah daun pendek, tepinya berambut panjang; helai daun lurus dengan ujung menajam, 16-32(-60) cm x 1,5-2,5(-4) cm, tulang daun tengah tampak jelas, terasa agak kasar bila disentuh. Perbungaan berupa malai menyerupai bulir, 8-18(-30) cm x 1-2(-5) cm, tangkai malai 25-30(-50) cm, tegak atau melengkung; sumbu berusuk dan bersilia, cabang samping tereduksi, terdiri atas 6-12 anak bulir hampir tidak bertangkai, masing-masing ditopang oleh 1-3 rambut kasar dengan panjang 3-14 mm. Anak bulir membulat telur memanjang, panjang kira-kira setengah dari panjang rambut kasar penopangnya, glume bagian bawah berurat 3, 1/3-1/2 panjang anak bulir, glume bagian atas berurat 5–7(–9), sama panjang dengan anak bulir. Bunga bagian bawah steril, bunga bagian atas hermaprodit, dengan lema bagian bawah berurat 5-7 dan panjang sama dengan panjang anak bulir, palea bagian bawah tidak ada atau sempit dengan panjang sampai ½ panjang lema, 2 ludikula, 3 benang sari, 2 putik dengan kepala putik menyerupai bulu. Buah (caryopsis) membundar telur melebar, panjang sampai 2 mm, terbungkus kuat oleh lema dan palea, kuning pucat sampai oranye, merah coklat, sampai hitam.
Jawawut merupakan bahan pangan penting di Asia, Eropa bagian tenggara, dan Afrika bagian utara, dimasak seperti halnya memasak beras menjadi nasi atau diolah terlebih dahulu menjadi tepung. Di India, jawawut terutama dimasak untuk bahan upacara agama. Di Cina dipandang sebagai makanan bergizi yang cocok untuk dikonsumsi oleh ibu-ibu hamil, orang-orang tua, dan anak-anak umur di bawah lima tahun. Di Rusia dan Myanmar, biji yang sudah dikecambahkan digunakan untuk membuat bir dan minuman beralkohol lainnya. Di negara-negara maju digunakan sebagai bahan pakan ternak unggas dan burung peliharaan. Di Indonesia jawawut digunakan sebagai bahan makanan hanya di daerah-daerah marjinal, sedangkan di kota-kota digunakan sebagai pakan burung peliharaan. Di NTT, jawawut masih dibudidayakan di Pulau Rote, Pulau Timpr, dan Pulau Sumba.
Jawawut merupakan bahan pangan penting di Asia, Eropa bagian tenggara, dan Afrika bagian utara, dimasak seperti halnya memasak beras menjadi nasi atau diolah terlebih dahulu menjadi tepung. Di India, jawawut terutama dimasak untuk bahan upacara agama. Di Cina dipandang sebagai makanan bergizi yang cocok untuk dikonsumsi oleh ibu-ibu hamil, orang-orang tua, dan anak-anak umur di bawah lima tahun. Di Rusia dan Myanmar, biji yang sudah dikecambahkan digunakan untuk membuat bir dan minuman beralkohol lainnya. Di negara-negara maju digunakan sebagai bahan pakan ternak unggas dan burung peliharaan. Di Indonesia jawawut digunakan sebagai bahan makanan hanya di daerah-daerah marjinal, sedangkan di kota-kota digunakan sebagai pakan burung peliharaan. Di NTT, jawawut masih dibudidayakan di Pulau Rote, Pulau Timpr, dan Pulau Sumba.